JIKA KAMU BERBUAT BAIK (BERARTI) KAMU BERBUAT BAIK BAGI DIRIMU SENDIRI, DAN JIKA KAMU BERBUAT JAHAT MAKA (KEJAHATAN) ITU BAGI DIRIMU SENDIRI (QS. AL ISRA' AYAT 7)

Selasa, 15 Desember 2009

Ada yang menjerit saat pesta pernikahan berlangsung!!!

Bisa jadi kedua mempelai yang menunggu detik-detik memadu kasih. Meski lelah menderanya namun tetap mampu tersenyum hingga tamu terakhirpun. Berbulan bahkan hitungan tahun sudah mereka menunggu hari bahagia ini. Mungkin orang tua si gadis yang baru saja menuntaskan kewajiban terakhirnya dengan mendapatkan lelaki yang akan menggantikan perannya membimbing putrinya untuk langkah selanjutnya setelah hari pernikahan. Atau bahkan ibu pengantin pria yang terlihat terus menerus sumringah, ia membayangkan akan segera menimang cucu dari putranya. “Aih, pasti segagah kakeknya,” impinya.

Para tamu yang hadir dalam pesta tersebut tak luput terjangkiti aura kebahagiaan, itu nampak dari senyum, canda, dan keceriaan yang tak hentinya sepanjang mereka berada di pesta. Bagi sanak saudara dan kerabat orang tua kedua mempelai, bisa jadi momentum ini dijadikan ajang silaturahim, kalau perlu rapat keluarga besar pun bisa berlangsung di sela-sela pesta. Sementara teman dan sahabat kedua mempelai menyulap pesta pernikahan itu menjadi reuni yang tak direncanakan. Mungkin kalau sengaja diundang untuk acara reuni tidak ada yang hadir, jadilah reuni satu angkatan berlangsung. Dan satu lagi, bagi mereka yang jarang-jarang menikmati makanan bergizi plus, inilah saatnya perbaikan gizi walau bermodal uang sekadarnya di amplop yang tertutup rapat.

Nyaris tidak ada hadirin yang terlihat sedih atau menangis di pesta itu kecuali a ir mata kebahagiaan. Kalau pun ada, mungkin mereka yang sakit hati pria pujaannya tidak menikah dengannya. Atau para pria yang sakit hati lantaran primadona kampungnya dipersunting pria dari luar kampung. Namun tetap saja tak terlihat di pesta itu, mungkin mereka meratap di balik dinding kamarnya sambil memeluk erat gambar pria yang baru saja menikah itu. Dan pria-pria sakit hati itu hanya bisa menggerutu dan menyimpan kecewanya dalam hati ketika harus menyalami dan memberi selamat kepada wanita yang harus mereka relakan menjadi milik pria lain.

Apa benar-benar tidak ada yang bersedih di pesta itu? Semula saya mengira yang paling bersedih hanya tukang pembawa piring kotor yang pernah saya ketahui hanya mendapat upah sepuluh ribu rupiah plus sepiring makan gratis untuk ratusan piring yang ia angkat. Sepuluh ribu rupiah yang diterima setelah semua tamu pulang itu, sungguh tak cukup mengeringkan peluhnya. Sedih, pasti.

Tak lama kemudian saya benar-benar mendapati orang yang lebih bersedih di pesta itu. Mereka memang tak terlihat ada di pesta, juga tak mengenakan pakaian bagus lengkap dengan dandanan yang tak biasa dari keseharian di hari istimewa itu. Mereka hanya ada di bagian belakang dari gedung tempat pesta berlangsung, atau bagian tersembunyi dengan terpal yang menghalangi aktivitas mereka di rumah si empunya pesta. Mereka lah para pencuci piring bekas makan para tamu terhormat di ruang pesta.

Bukan, mereka bukan sedih lantaran mendapat bayaran yang tak jauh berbeda dengan pembawa piring kotor. Mereka juga tidak sedih hanya karena harus belakangan mendapat jatah makan, itu sudah mereka sadari sejak awal mengambil peran sebagai pencuci piring. Juga bukan karena tak sempat memberikan doa selamat dan keberkahan untuk pasangan pengantin yang berbahagia, meski apa yang mereka kerjakan mungkin lebih bernilai dari doa-doa para tamu yang hadir.

Air mata mereka keluar setiap kali memandangi nasi yang harus terbuang teramat banyak, juga potongan daging atau makanan lain yang tak habis disantap para tamu. Tak tertahankan sedih mereka saat membayangkan tumpukan makanan sisa itu dan memasukkannya dalam karung untuk kemudian singgah di tempat sampah, sementara anak-anak mereka di rumah sering harus menahan lapar hingga terlelap.

Andai para tamu itu tak mengambil makanan di luar batas kemampuannya menyantap, andai mereka yang berpakaian bagus di pesta itu tak taati nafsunya untuk mengambil semua yang tersedia padahal tak semua bisa masuk dalam perut mereka, mungkin akan ada sisa makanan untuk anak-anak di panti anak yatim tak jauh dari tempat pesta itu. Andai pula mereka mengerti buruknya berbuat mubazir, mungkin ratusan anak yatim dan kaum fakir bisa terundang untuk ikut menikmati hidangan dalam pesta itu.

Sekadar usul untuk Anda yang akan melaksanakan pesta pernikahan, tidak cukup kalimat “Mohon Doa Restu” dan “Selamat Menikmati” yang tertera di dinding pesta, tapi sertakan juga tulisan yang cukup besar “Terima Kasih untuk Tidak Mubazir”.

Mungkinkah?

Selasa, 24 November 2009

Pada Wan Anwar

Pagi ini, aku menerima sms dari rekan di Banten: Inna lillahi wainana ilaihi roji'un. Telah berpulang ke rahmatullah penyair berbakat Wan Anwar, S.Pd, M.Hum.
Belumlah selesai aku membalas sms rekan tersebut, air mata mengalir dengan derasnya. Bukan aku sempat mendapat bimbingan seorang penyair yang hebat ketika menjadi mahasiswa di Universitas Tirtayasa Banten, atau bukan aku memiliki buku karya sang penyair yang demikian rendah hati mau memberikan tanda tangannya di buku yang sempat aku beli, atau bukan karena aku selalu diajaknya untuk menulis/berkarya dan berkarya di Banten Selatan. Dimana pada saat itu aku menjadi seorang guru di SMA Negeri 1 Bayah.
Ada sesuatu yang mengikat sangat erat antara aku dengan sang Penyair, tapi aku tak dapat mengungkapkan dengan jelas. Aku kehilangan amat sangat, sama seperti waktu Penyair WS Rendra menghadap-Nya, sama juga ketika aku mendengar Hamid Jabbar terhempas di Podiumnya. Aku tak bisa apa-apa, hanya sepotong do'a yang dapat aku perbuat untuk menghantarkan sang Penyair menghadap Sang Pemilik.

TIGA PUISI WAN ANWAR


BEJALAN KE UTARA


berjalanlah lurus ke utara, di melintasi rimbun asam
dan masa silam, kau akan tahu darat dan laut
seperti bibir sepasang kekasih saling memagut
seperti maut yang tiap waktu terus beringsut

pulau-pulau kecil, tempat burung-burung hijrah
dari musim ke musim, gemetar di kejauhan
sisa bakau merunduk muram, kawanan ikan mengenangkan pertemuan
seperti penduduk yang dihantam gelombang daratan

berlayarlah dengan perahu kayu, menyisiri utara
mengendus panu para nelayan, kau akan bertemu kenyataan
sisa ikan busuk, ceceran solar, muatan kayu dari seberang
daki dan kapal inspeksi yang asing berputar-putar sendirian

berjalanlah terus ke utara, menyapa sunyi yang beranak di tambak
membayangkan pelabuhan kenangan masa silam

2005
***

PERTANYAAN DI STASIUN KERETA


jika timur itu hari depan, mengapa laju kereta kembali ke masa silam
bahwa stasiun ini peninggalan residen, tentu saja kami tahu
juga deret pohon asam, irigasi, dan gedung-gedung pemerintahan

begitulah, bukankah tuan-tuan hanya sanggup membangun mall
jurang antara cahaya lampu kristal dan temaram perkampungan
kami hamba tuan-tuan, sudah lama bosan dalam penantian

tuan-tuan mengobral janji, mengganggu tidur dan mimpi kami
maka kini izinkan kami bertanya, peti-peti yang siang malam diangkut kereta
milik siapa? kemilau lampu di jalan raya untuk siapa!

kami tahu tuan-tuan tak akan menjawab, karena tuan-tuan
sedang meluncur ke masa silam, jadi izinkan kami mendakwa
kami tak tahan lagi mendengar dan menyaksikan mulut tuan-tuan
berbusa, nganga, dan amat hina

2005
***


KASIDAH BANTEN


aku datang
tetapi dari mana aku datang
aku pergi
tetapi kemana aku pergi

kau sambut aku dengan kasidah
tempat berdiam segala kisah
kupersembahkan padamu denting kecapi
tempat sunyi menggali diri

dua tanda dua nama
bertemu dalam nestapa

karena aku telah datang
kauterima cinta di ujung pedang
karena kau telah menjemputku
terima hatimu semurni maut

dua tanda dua nama
bertemu dalam nestapa

jika kau dan aku adalah rumah
rumah siapakah kita
jika kau dan aku jadi penghuni
siapakah yang akan kita hadapi


2005

Jumat, 09 Oktober 2009

Pelajaran dari Ramlan Korban Gempa Sumbar



Ramlan kini hanya punya satu kaki. Ketika terjadi gempa, kaki kanannya remuk setelah tertimpa beton. Tak ada yang berhasil menolong Ramlan untuk keluar dari jepitan beton saat itu, hingga akhirnya dia terpaksa menggergaji sendiri kaki kanannya agar bisa dikeluarkan dari gedung.
Ramlan, Menggergaji kakinya untuk bisa lolos dari beton yang menghimpitnya saat gempa.
Ketika gempa terjadi 30 September lalu, Ramlan sedang berada di lantai VII Gedung Tel komsel, Jl Khatib Sulaiman, Pa­dang. Pemuda 18 tahun tersebut sudah sebulan tinggal di Padang. Dia bekerja sebagai pekerja bangunan di gedung itu.
Saat gempa terjadi, Ramlan berusaha menyelamatkan diri. Namun naas, ketika sedang berlari, kaki kanannya tertimpa beton berukuran 4 x 4 meter dan diperkirakan beratnya mencapai 6 ton.
”Waktu gempa itu, saya berada jauh dari kawan-kawan. Ketika hendak menyelamatkan diri, tiba-tiba kaki saya ditimpa beton yang sangat berat,” ungkapnya. Beton tersebut menimpa bagian bawah betis Ramlan. Seketika itu dia berusaha meminta tolong teman-temannya yang satu pekerjaan. Teriakan Ramlan tersebut tidak digubris teman-temannya yang juga sedang melarikan diri ke lantai bawah.
Dalam pikiran Ramlan saat itu, dia harus sesegera mungkin menyelamatkan diri. Padahal, dia tak bisa ke mana-mana karena kaki kanannya penuh darah dan remuk terjepit beton.
Setengah jam kemudian, teman-teman Ramlan datang menolong. Mereka berenam berusaha mengangkat beton tersebut. Namun gagal. Akhirnya, Ramlan meminta kepada temannya untuk memotong saja kaki kanannya tersebut agar dirinya bisa dike luarkan dari jepitan beton. Tapi, permintaan Ramlan tak bisa dilakukan teman-temannya.
Melihat beratnya beban yang mengimpit serta sudah remuknya tulang kakinya, Ramlan akhirnya memberanikan diri untuk menggergaji kakinya sendiri. ” Dalam keadaan merintih kesakitan, Ramlan menggergaji kakinya.


Akhirnya teman-temannya bersedia membantu. Setelah kaki terpotong, dalam kondisi darah segar yang mengucur dan hampir pingsan, Ramlan dilarikan ke RS Selasih. Karena rumah sakit itu juga ambruk, Ramlan kemudian dibawa ke RS dr M. Djamil dan baru dirawat di RS Yos Sudarso.
Ada suatu keberanian dan sikap yang jelas dari diri seorang Ramlan, untuk memutuskan sesuatu secara cepat. Jika saja tak dilakukan menggergaji kakinya mungkin ia selamat atau mungkin juga dia akan tewas akibat kekurangan darah dalam menunggu pertolongan.


Jika saja ia menggergaji kaki ia pun akan tewas karena menahan sakit dan pendarahan yang hebat akibat nekatnya, atau dia akan segera keluar dari kemungkinan tertimpa runtuhan bangunan dan segera mendapat pertolongan setelah memotong kakinya sendiri.


Yang menjadikan permasalahan sekarang adakah yang tergerak hatinya untuk memenuhi permintaan yang amat sederhana dari seorang Ramlan: Kaki Palsu.
Pelajaran yang sangat dahsyat dari seorang pemuda Purwakarta, untuk sebuah kehidupan mempertaruhkan segalanya dengan tanpa keraguan.

Bagaimana dengan kita yang selama ini selalu mempermainkan kehidupan orang lain untuk kepentingan sesaat?

Terimakasih Ramlan! Semoga Allah SWT akan memberikan kepada Anda kaki yang lebih baik untuk mencapai derajat yang mulia di hadapan-Nya. Amin.

Sabtu, 19 September 2009

ADA APA SETELAH RAMADHAN ?

Ramadhan sebentar lagi pergi meninggalkan kita..Bulan yang penuh dengan berbagai macam kebaikan..Semoga Allah menerima amal kebaikan kita dan menjadikan kita istiqamah sampai berjumpa denganNya, amien..Entah, kita bisa bertemu lagi dengan Ramadhan tahun depan atau tidak?..Wallahu A’lam.
Namun, walaupun Ramadhan telah pergi akan tetapi amal seorang mukmin tidak terputus begitu saja sehingga datang padanya kematian. Allah Ta'ala berfirman: Dan sembahlah Tuhanmu sampai datang kepadamu yang diyakini (ajal). (QS. Al-Hijr: 99).
Apabila puasa Ramadhan telah meninggalkan kita maka ibadah puasa yang lain tetap disyari’atkan sepanjang tahun: Abu Sa’id Al-Khudri Radhiallahu Anhu meriwayatkan, bahwsanya Rasulullah Shallalahu Alaihi Wa Ala Alihi Wa Sallam bersabda: Barang siapa puasa Ramadhan kemudian mengikutinya dengan (puasa) enam hari pada bulan Syawal, maka hal itu laksana puasa setahun. (HR. Muslim).
Dari Abu Hurairah Radhiallahu Anhu berkata: Kekasihku Shallalahu Alaihi Wa Ala Alihi Wa Sallam mewasiatkan kepadaku dengan tiga perkara: Puasa tiga hari setiap bulan, shalat Dhuha dua raka’at dan supaya aku shalat witir sebelum tidur. (HR. Bukhari dan Muslim).
Dari Abu Qatadah Radhiallahu Anhu berkata, Rasulullah Shallalahu Alaihi Wa Ala Alihi Wa Sallam pernah ditanya tentang puasa Arafah, lalu beliau Shallalahu Alaihi Wa Ala Alihi Wa Sallam menjawab: Menghapus dosa tahun lalu dan tahun mendatang. (HR. Muslim).
Dari Abu Qatadah Radhiallahu Anhu , bahwasanya Rasulullah Shallalahu Alaihi Wa Ala Alihi Wa Sallam ditanya tentang puasa pada hari Asyura, lalu beliau Shallalahu Alaihi Wa Ala Alihi Wa Sallam menjawab: Menghapus dosa tahun lalu. (HR. Muslim).
Dari Abu Hurairah Radhiallahu Anhu , dari Rasulullah Shallalahu Alaihi Wa Ala Alihi Wa Sallam bersabda: Amalan-amalan dihadapkan (kepada Allah) pada hari Senin dan Kamis, maka aku suka apabila dihadapkan amalanku ketika aku sedang puasa. (HR. At-Tirmidzi dengan sanad shahih), dll.
Apabila Qiyam Ramadhan (Tarawih) telah meninggalkan kita maka ibadah Qiyamullail (shalat malam) tetap disyari’atkan setiap malam.
Dari Aisyah radhiallahu anha berkata: Bahwasanya Rasulullah Shallalahu Alaihi Wa Ala Alihi Wa Sallam shalat malam sampai bengkak kakinya. Lalu akupun bertanya kepada beliau: Mengapa engkau lakukan ini -wahai Rasulullah- padahal telah diampuni dosamu yang lalu dan yang akan datang Beliau menjawab: Apakah tidak sepatutnya aku menjadi seorang hamba yang banyak bersyukur! (HR. Bukhari dan Muslim).

Dari Abu Hurairah Radhiallahu Anhu , bahwasanya Rasulullah Shallalahu Alaihi Wa Ala Alihi Wa Sallam bersabda: Shalat yang paling afdhal setelah shalat fardhu adalah shalat malam. (HR. Muslim).
Dari Abu Hurairah Radhiallahu Anhu, bahwasanya Rasulullah Shallalahu Alaihi Wa Ala Alihi Wa Sallam bersabda: Rabb kita tabaraka wa ta’ala- turun setiap malam ke langit dunia ketika tersisa sepertiga malam terakhir. Dia (Allah) berfirman: Siapa yang berdoa kepada-Ku, Aku kabulkan doanya! Siapa yang meminta kepadaKu, Aku beri permintaannya! Siapa yang memohon ampunan kepadaKu, pasti Aku ampuni dia! (HR. Bukhari dan Muslim).
Masih banyak amal-amal kebaikan lainnya yang bisa kita kerjakan sepanjang tahun. Allah yang kita sembah pada bulan Ramadhan adalah juga Allah yang kita sembah pada bulan Syawal dan bulan-bulan lainnya.
Hendaklah kita kembali bersemangat untuk mengerjakan ketaatan-ketaatan dan menjauhi dosa-dosa dan keburukan-keburukan agar kita mendapatkan kebahagiaan dan kesuksesan di dunia dan di akhirat.
Semoga Allah menerima semua amal ibadah kita dan menjadikan kita semua istiqamah sampai berjumpa dengan-Nya, amien.

Meraih Takwa Dengan Puasa

Diantara tujuan puasa adalah agar seseorang mencapai tingkatan takwa sebagaimana firman Allah Ta'aala: "Hai orang-orang yang beriman, diwajibkan atas kamu berpuasa sebagaimana diwajibkan atas orang-orang sebelum kamu agar kamu bertakwa." (QS. Al-Baqarah: 183). Orang yang bertakwa adalah orang yang mengerjakan perintah-perintah Allah dan menjauhi larangan-laranganNya.
Orang yang berpuasa diperintahkan unruk mengerjakan ketaatan dan meninggalkan kemaksiatan sebagaimana sabda Nabi –Shallallaahu 'Alaihi Wa 'Ala Alihi Wa Sallam: "Barangsiapa yang tidak meninggalkan perkataan dusta dan mengamalkannya serta kebodohan, Allah tidak butuh dengan ia meninggalkan makan dan minumnya (puasanya)." (HR. Bukhari).
Orang yang berpuasa apabila terlintas dalam dirinya keinginan untuk berbuat kemaksiatan, ia segera tersadar bahwa ia sedang berpuasa, lalu ia-pun segera menghindari kemaksiatan tersebut.
Orang yang sedang berpuasa tidak akan membalas kebodohan dengan kebodohan dan caci maki dengan caci maki, ia sadar bahwa orang yang berpuasa harus sanggup menguasai diri dan emosinya.
Pada akhirnya apabila seseorang berpuasa sebagaimana yang telah dicontohkan Rasulullah –Shallallaahu 'Alaihi Wa 'Ala Alihi Wa Sallam, pasti ia menjadi orang yang bertakwa dan mendapatkan kebahagiaan dan kesuksesan di dunia dan di akhirat.

Dengan Puasa Hati Jernih Untuk Berpikir dan Berdzikir

Diantara hikmah puasa adalah agar supaya hati kita jernih untuk berpikir dan berdzikir karena banyak makan minum serta memuaskan syahwat menyebabkan kelalaian dan adakalanya hati menjadi keras dan buta dari kebenaran. Karenanya, Rasulullah -Shallallahu 'Alaihi Wa 'Ala Alihi Wa Sallam bersabda: "Tidaklah seseorang anak adam itu memenuhi suatu bejana yang lebih jelek dari pada perut. Cukuplah bagi seseorang makanan yang dapat menegakkan tulang punggungnya. Jika terpaksa harus menambahnya, hendaknya sepertiga untuk makanan, sepertiga untuk minuman dan sepertiga untuk nafasnya." (HR. Imam Ahmad dll).
Nafsu perut adalah termasuk perusak yang amat besar. Karena nafsu ini pula Adam -Alaihis Salam dikeluarkan dari surga. Dari nafsu perut pula muncul nafsu kemaluan dan kecenderungan kepada harta benda, dan akhirnya disusul dengan berbagai bencana yang banyak. Semua ini berasal dari kebiasaan memenuhi tuntutan perut.
Sedikit makan itu melembutkan hati, menguatkan daya pikir, serta melemahkan hawa nafsu dan sifat marah. Sedangkan banyak makan akan mengakibatkan kebalikannya.
Berkata Abu Sulaiman Ad-Darani –Rahumahullah: "Sesungguhnya jiwa apabila lapar dan haus menjadi jernih dan lembut hatinya dan apabila kenyang menjadi buta hatinya."

Minggu, 19 Juli 2009

SEJAUH MANA KESIAPAN WARGA MENGHADAPI BENCANA


Ketika korban-korban pengeboman di Hotel JW Marriott dan Hotel Ritz-Carlton dikeluarkan dari nereka di kedua hotel tersebut, mereka dalam keadan luka-luka dan (lihat Presdir Holcim Timothy Mckay) merintih kesakitan. Mereka memasuki neraka baru yaitu mereka diterlantarkan di halaman hotel.
Ini salah siapa? mengapa ini sampai terjadi di negeri yang sangat peduli terhadap kemanusian.


Ketika terjadi bencana bukankah waktu (detik-detik pertama), dan apa yang kita lakukan (bagaimana kita memberikan pertolongan) dalam pertolongan pertama itu akan menentukan bagaimana nasib dari korban tersebut. Waktu dan tindakan awal dalam melakukan pertolongan selalu menjadi prioritas utama untuk keselamatan sang korban.



Kita melihat dalam kejadian kemarin di kedua hotel tersebut, kita saksikan kita demikian terpaku dengan kejadian, kita berbondong-bondong hanya untuk melihat (dalam keadaan sesungguhnya kita bukan hanya terpaku tetapi sesungguhnya kita adalah penghambat pertolongan pertama). Kita hanya simpati dengan kejadian tersebut, tapi kita tidak dapat berbuat apa-apa terhadap kejadian tersebut.
Sesungguhnya kita dapat melakukan pertolongan pertama dengan tepat dan cepat, jika saja kita memiliki keterampilan dalam menghadapi bencana. Keterampilan menghadapi bencana di tanah air ini, belumlah menjadi suatu kebutuhan! Sesungguhnya kita ini sangat akrab dengan bencana!


Entah kapan kita menjadi orang-orang yang siap menghadapi bencana? Ataukah kita mengharapkan bantuan dari luar untuk menghadapi bencana yang ada? Ataukah kita mengharapkan banyaknya korban, sehingga akan banyak bantuan.
Sungguh-sungguh terlalu kalau kita berfikiran bencana adalah proyek.
Seluruh warga negara Indonesia harus dibekali dengan keterampilan yang standar dalam menghadapi bencana-bencana. Bukankah bangsa ini, alamnya sangat memungkinkan untuk terjadinya bencana; tsunami, gunung meletus, longsor, sungai yang meluap, jalan raya, angkutan laut, angkutan udara dan sebagainya. Bahkan di rumah tangga musibah atau bencana ini sangatlah akrab dengan kita.


Kita tidak dapat menunggu pertolongan pertama dari pihak-pihak yang terkait. Kita harus siap memberikan pertolongan yang cepat dan tepat. Kita tidak dapat melihat kejadian seperti kemarin, dimana korban pengeboman menunggu dan menunggu, sehingga pertolongan menjadi terlambat. Pengalaman ini sudah sangat pahit untuk diterima, karena kita tidak siap memberikan pertolongan.