JIKA KAMU BERBUAT BAIK (BERARTI) KAMU BERBUAT BAIK BAGI DIRIMU SENDIRI, DAN JIKA KAMU BERBUAT JAHAT MAKA (KEJAHATAN) ITU BAGI DIRIMU SENDIRI (QS. AL ISRA' AYAT 7)

Selasa, 07 Juli 2009

GURU HARUS "DIPAKSA"

Tuntutan zaman mengharuskan seorang guru harus “DIPAKSA” berbenah diri dan berlomba dengan untuk memberikan pelayanan yang sebaik-baiknya untuk siswanya sehingga siswa akan berlomba juga dalam memacu dirinya untuk mendapatkan pengetahuan yang maksimal seperti gurunya yang telah memberikan pelayanan padanya.
Seorang ibu guru MUSLIMAH dalam Laskar Pelangi mampu memberikan inovasi dan mimpi-mimpi yang indah bagi setiap siswanya. Siswanya dapat bermimpi dan meraih mimpinya dengan kenyataan. Sungguh sangat luar biasa apa yang dilakukan oleh seorang ibu guru muda (kala itu) ini.
Tetapi bagaimana inovasi-ino­vasi yang dilakukannya dalam proses pembelajaran. Ini berbeda dengan pandangan kebanyakan orang, bahwa guru gajinya ren­dah dan sulit jadi orang kaya. Bahkan tidak sedikit profesi guru yang jadi bahan tertawaan, se­perti di sinetron-sinetron.
Ibu Muslimah dalam Laskar Pelangi layak untuk dimasukkan dalam daftar nominasi guru yang bersertifikasi. Karena Ibu Mus­limah telah melaksanakan ino­vasi dalam pembelajaran sekali­pun dengan keterbatasan sarana dan prasarana yang tersedia. Jadi mulai sekarang guru jangan dia­nalogkan lagi dengan si “Umar Bakri” karena sebutan ini tidak cocok untuk sebutan guru yang mengemban tugas mulia. Lihat­lah prestasi mereka, cara menga­jar mereka, cara mendidik dan membimbing para siswa, jangan semata-mata hanya dilihat dari “bututnya”.
Ini artinya bahwa sertifikasi itu orientasinya jangan sekedar ma­teri/gaji tetapi prestasi. Mengapa demikian? Jika seseorang itu ber­prestasi secara tidak langsung materi akan mengikutinya. Jadi kalau bicara sertifikasi jangan bicara dulu tentang uang, tetapi sejauh mana kita sudah bekerja dengan sungguh-sungguh. Kena­pa para penulis yang peduli pen­didikan di Indonesia ini tidak mengangkat tokoh-tokoh riil pendidikan kita seperti Ki Hajar Dewantara, R.A Kartini, Ibu Mus­limah dsb.Kalau mau memberi argumen mengenai sertifikasi dan guru pakai dong figur/tokoh yang riil. Angkatlah mereka, tulislah mere­ka yang punya segudang prestasi dan pengalaman, supaya orang tahu bagaimanakah sosok guru yang sejati.Renungkanlah, apa sebabnya Jepang bisa tumbuh menjadi sa­lah satu negeri terkemuka di dunia? Ketika saat itu Hiroshima dan Na­gasaki dijatuhi bom oleh seku­tu pada 1945, sampai luluh lan­tak, Kaisar Hirohito bertanya, “Ma­sih ada berapa guru yang hi­dup?” Kaisar Jepang ini jelas me­miliki kesadaran yang tinggi bahwa pendidikan adalah kunci kemajuan bangsa. Buktinya Human Development Index Jepang pada tahun 2008 berada di pering­kat 8 dunia.
Melihat wajah pendidikan na­sional di Indonesia, tampaknya kita harus banyak belajar dari ke­gigihan Jepang dalam memper­ju­angkan pendidikan dan meng­hargai sosok guru. Oleh karena itu untuk memperbaiki image guru dan guru menjadi idola angkatlah prestasinya, inovasinya, dan profesionalismenya.
Sehubungan dengan hal di atas, sertifikasi bukan semata-mata merupakan bentuk penghor­matan dan penghargaan kepada guru, tetapi memang betul-betul bagi guru yang berprestasi. Ama­ti dan teliti berkas-berkas porto­folionya, mereka punya segudang pengalaman dan prestasi yang dirintis sekian puluh tahun sehingga mereka memang layak untuk bersertifikasi. Kalau ada beberapa yang melakukan ma­nipulasi toh akhirnya akan ke­tahuan juga.
Supaya guru tidak di-Umar Bakri-kan yang sial dan menjadi kambing hitam atas keterpurukan bangsa ini maka guru harus me­ngubah mind-set. Jangan ha­nya minta gaji bagus, tapi tak mau me­ningkatkan diri. Jangan kita ber­laku curang, tidak adil, menjadik­an negara dan sekolah sebagai tunggangan. Kita mentolerir ke­malasan, tidak mau membaca, ti­dak memperluas horizon, membe­ri­kan anak-anak ala kadarnya.Kunci kualitas itu pada guru. Bukan hanya sertifikasi yang si­fat­nya administratif, tetapi subs­tansi mutu guru. Jika dikaji lebih jauh, profesionalisme selalu me­nyangkut 3 hal, yaitu: etik, skill, dan renumerasi yang baik. Kalau guru segitu-gitu saja, dan tidak mampu memperbaiki diri, INI DOSA BESAR. Guru yang berpanda­ngan luas, banyak membaca, bi­jaksana, akan mampu memotivasi anak dan melahirkan anak-anak hebat di masa depan.
Banyak hal yang perlu dibangkitkan bagi siswa!. Sebelum masuk kelas dan meng­ajar, guru harus sudah baca koran. Pikirannya terbuka, perspektif luas. Menyampaikan bahwa kita ini bagian dari dunia yang luas. Bicara mengenai problematika perubahan iklim, krisis ekonomi, kemiskinan, kepadatan penduduk, teknologi, akan terjadi dan apa akibatnya bagi bumi ini.Coba lihat, sawah-sawah telah be­rubah jadi perumahan, gedung-ge­dung megah bersambungan dengan rumah-rumah kumuh, kebut-kebu­tan di jalan umum, tidak ada sopan-santun, inikah bangsa kita, inikah peradaban kita?
Guru-guru idealis dan profe­si­onal, jumlahnya harus diper­ba­nyak. Pendidikan kita sudah pada jalur yang tepat, tapi perlu ak­selerasi dalam peningkatan dan pemerataan kualitas dan inter­nasionalisasi. Profesionalisme tidak hanya sekedar untuk profesionalisme saja, atau agar kua­litas pengajaran semakin bagus. Profesionalisme juga untuk mem­bangun citra, persepsi, juga gengsi.
Sementara itu, sekarang ini pro­fesi guru masih kurang diminati, jauh dibanding profesi akuntan, ahli teknik, atau dokter. Padahal sejarah telah membuktikan, bang­sa yang hebat saat ini karena pen­didikannya baik, dan didukung oleh guru-guru dengan profesi­onalisme tinggi, kesadaran, etos kerja, dan idealisme untuk me­ngembangkan diri.

Tidak ada komentar: