Siang tadi aku dan anakku yang berusia 11 tahun, menunjukkan rasa duka dan simpati kepada keluarga yang sedang kena musibah tanah longsor di Giri Mukti Kec. Campaka Kabupaten Cianjur. Sampai di Irigasi, sang Bocah berceloteh “Pak, Dedek sakit hati dan marah ke bapak yang mengajak ke sini. Dedek harus becek-becek sementara beberapa meter dari sini Dedek lihat banyak orang yang memancing ikan santai-santai saja. Apa bapak tengah memperlihatkan ke Dedek sepertinya tidak ada apa-apa dengan saudara-saudara Dedek yang tengah sekarat, bahkan meninggal dunia karena tertimbun tanah longsor.” Aku pun tersentak dengan celoteh anakku, aku harus berfikir untuk menjawab ataupun untuk meluruskan celotehan tersebut. Setelah agak tenang aku pun mencoba untuk mengomentari terhadap celotehan tersebut, “Kenapa Dedek harus sakit hati ketika melihat orang lain lain masih bisa memancing ikan ketika tetangganya tengah dalam kesusahan, mereka mungkin sepanjang malam dan sepanjang pagi tadi telah membantu mereka di lokasi bencana. Sementara kita baru siang ini kesini. Dedek memangnya melihat ada orang yang tengah memancing ikan? Bapak hanyak melihat orang-orang yang tengah sibuk membantu saudara-saudara mereka yang kena musibah.” Dengan sewot sang Bocah meneruskan celotehannya, “Bapak hanya pura-pura tidak melihat mereka yang tengah mancing, Bapak munafik….” Akupun harus meluruskan apa yang dikatakan anakku, “Dek, jangan biarkan hati nurani Adek rusak karena hal-hal yang dilakukan orang lain. Suburkanlah hati Dedek untuk kemanusiaan, karena Adek adalah manusia yang punya perasaan. Kita harus belajar bersyukur karena kejadian itu tidak menimpa kita secara langsung tapi terjadi pada saudara kita, kita tidak serepot mereka yang kena bencana. Kita hanya melihat dan menunjukkan rasa duka kita dengan membantu mereka seadanya.” Kuteruskan kuliah ini “Hanya seadanya yang bisa kita berikan kepada mereka, karena kita sendiri memang tak pernah memiliki sesuatu yang layak diberikan kepada mereka, kecuali rasa duka ini.”
Anakku pun terus berjalan mengikuti orang-orang menapaki jalan yang licin untuk sampai di lokasi tanah longsor. Subhanallah, sungguh-sungguh sangat menyedihkan. Anakku masih sanggupkah dirimu mengatakan sakit hatimu, ketika melihat sedemikian besarnya bencana bagi saudara-saudara kita di tanah ini. Masih bisakah kita bersantai-santai ketika musibah itu datang dan menimpa saudara-saudara kita.
Semoga saja Allah yang Menguasai segala-gala dapat memberikan kepada kita hati yang tulus untuk membantu saudara-saudara yang tengah mendapatkan musibah dan bencana.
Semoga saja Allah SWT memberikan kekuatan yang luar biasa bagi saudara-saudaraku yang tengah mengalami musibah dan bencana. Hanya dengan kekuatan yang datangnya dari Allah-lah kita dapat melalui kegetiran ini dengan selalu bersyukur pada-Nya.
Sabtu, 15 November 2008
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
2 komentar:
bNer pAk kTa hNya bSa bRsYukur kRna mSibah trSebut tDk mNimpa Kta,,,
d9n bNca tU kTa ambiL hKmah'x & tGuran wAt kTa sPaya cNta Lingkngan
A4_20
nIna
bener pak,
kita hanya bisa bersyukur karena musibah tersebut tidak menimpa pada kita. dengan adanya bencana itu kita bisa mengambil hikmahnya dan teguran buat kita supaya kita cinta lingkungan.
ada baiknya kita berdoa pada Tuhan yang maha esa semoga saja kita tetap berada pada lindungannya selalu. AMIN.....................
10.4 07
DIAN ALDITA.N
Posting Komentar