JIKA KAMU BERBUAT BAIK (BERARTI) KAMU BERBUAT BAIK BAGI DIRIMU SENDIRI, DAN JIKA KAMU BERBUAT JAHAT MAKA (KEJAHATAN) ITU BAGI DIRIMU SENDIRI (QS. AL ISRA' AYAT 7)

Minggu, 23 November 2008

RELAWAN HARUSKAH RELA

Setelah seharian bercanda dengan siswa mempersiapkan tenda dan sebagainya menjelang kegiatan pelatihan dan pelantikan Palang Merah Remaja tingkat cabang (Perjusami = perkemahan Jum’at, Sabtu dan Minggu) di Cibodas Cianjur. Selepas sholat isya aku bersama rekan-rekan pembina langsung bisa tidur, semetara anak-anak PMR telah menjadi tanggung jawab dari pelatih dari Cianjur dan Bandung. Dalam tidurku aku bermimpi bertemu dengan rekanku yang sudah almarhum (Kang Ade). Sungguh gagah dan penuh wibawa dimiliki temanku tersebut dengan menggunakan seragam relawan yang tengah sibuk-sbuknya menjadi komandan dari pasukan dalam pencarian korban bencana di Giri Mukti Cianjur. “Bung, masih memiliki kekuatan yang luar biasa membawa anak-anak dari Cibeber untuk dijadikan anggota PMR di negeri ini? Lihatlah seragam yang aku miliki ini adalah seragam yang pernah menjadi impian seorang PMR seperti anak-anak bung sekarang ini.”
Aku buru-buru menjawab, sebelum aku lupa aku tengah mendapat kuliah dari rekananku ini “Aku hanya melaksanakan kewajiban sederhanaku sebagai seorang guru untuk mengantarkan anak-anakku mencapai apa yang diinginkannya.” Walaupun aku sempat mengeluhkan juga mengenai anggaranku membawa 24 anak selama 3 hari untuk mengantarkan impian anak-anakku untuk mencapai seorang relawan hanya Rp. 700.000,- (tujuh ratus ribu rupiah ini adalah batas maksimum yang diberikan oleh sekolah besarku, habislah terpakai untuk biaya transport dan pendaftaran peserta). “Seperti itulah yang dialami oleh kami ketika menjadi seorang relawan di tanah bencana. Kami hanya sampai diantar di tanah bencana, selanjutnya makan dan kelehan kami tidak ada yang memikirkannya. Betapa nikmatnya seorang relawan harus benar-benar rela menjalani semua ini. Bahkan rasa terimakasih pun belumlah sempat terucap dari bibir-bibir dari orang memanfaatkan kami. Semua itu terobati dengan diketemukannya para korban untuk diperlakukan sebagaimana mestinya. Kami sempat dan diberikan kesempatan untuk berbuat nyata sudahlah cukup bagi kami”

”Aku pun sempat punya rekanan dari relawan yang harus meninggalkan dunia ketika tengah menjalani pencarian korban bencana di suatu daerah. Kami harus kembali ikhlas menjalani semua ini.” Aku dengan cepat memotong kuliah malam ini, ”Apakah setiap relawan tidak diasuransikan? Seharusnya setiap anggota relawan mendapatkan asuransi, bahkan ketika diberangkatkan ke daerah bencana ia harus diasuransikan kembali, biar mereka dapat dengan tenang bekerja!” Aku bahkan bertambah marah ketika rekanku diam seribu bahasa. ”seharusnya relawan tersebut mendapatkan jaminan yang layak, bahkan kalau perlu mereka diangkat menjadi PNS dan ditempat di setiap kecamatan, biar ketika menjadi daerah bencana, mereka dapat langsung berada di lokasi dalam waktu sesingkat-singkatnya untuk dapat membuat laporan kilat bencana dan kebutuhan yang diperlukan oleh korban bencana. Mereka menjadi pusat informasi dan komando terdepan, kita lihat ketika terjadi bencana kemarin ada beberapa pihak yang membuat laporan yang tidak akurat, entah memanfaatkan bencana untuk mendapat keuntungan dari bencana atau kah karena tidak tahu untuk membuat laporan yang benar-benar akurat seperti yang dimiliki oleh relawan tersebut yang betul-betul mencari data dan mengolah data serta membuatkan laporannya.” Kang Ade belumlah sempat berfikir dengan pernyataanku tersebut langsung ku sambung dengan kemarahanku selanjutnya. ”Kemudian ketika tidak terjadi bencana mereka semua wajib dan siap untuk menjadi pelatih masyarakat untuk dapat berbuat banyak ketika terjadi bencana dengan cara untuk tidak panik saat terjadi bencana.”

Dengan tenangnya Kang Ade menjawab semua pertanyaanku yang merupakan pernyataan tersebut. ”Aku sudah tidak membutuh semua itu, karena aku telah meningggalkan dunia. Sekarang adalah menjadi tanggung jawab Bung, untuk memperhatikan semua itu. Mulailah dari anak-anak didik Bung yang tengah dikaderkan Bung untuk dapat diperhatikan. Kalau mereka nanti ada yang sakit, atau belum sempat makan karena nasi yang satu katrol itu, tidaklah cukup untuk dimakan oleh 24 orang ditambah dengan Bung sendiri sehingga menjadi 25 mulut yang harus dicukupi kebutuhan makannya.
Aku titip mereka, untuk dapat Bung besarkan mereka dengan jiwa-jiwa yang bersih untuk dapat berbuat baik untuk negeri ini.
Bung, janganlah pernah marah terhadap keadaan mereka (relawan yang tidak terperhatikan tersebut) barangkali pemerintah belum ada waktu dan dana untuk memikirkan mereka. Kita do’akan saja mudah-mudahan ada hati untuk relawan yang masih rela untuk menikmati hidup ini dengan rasa syukur.
Kalau Bung sudah bisa tidak mementingkan diri Bung sendiri berarti sudah berkurang satu bangsat di negeri ini.”

Aku terbangun dari tidurku yang sekejap. Aku pun menitiskan air mataku, ”Anak-anakku, maafkan bapakmu ini jika kalian lapar ditengah perjalanan malam ini. Kita bersama lapar, biarkan lapar ini menjadikan rasa syukur kita bahwa kita diberikan nurani. Untuk lain-lainnya biarkan menjadi pertanggung jawaban mereka nanti ketika memanfaatkan kita untuk kepentingannya.!”

Bersama-sama calon relawan pun aku terdiam menanti jawaban mereka untuk dapat memperhatikan relawan cukup dan cukup, sewajarnya.

3 komentar:

Anonim mengatakan...

Nasib......nasib.

only_one mengatakan...

yg sabar aja ya pa,,,
Mngkn di balik semua itu ada himahnya...

Anonim mengatakan...

A4_6

mIkUm pAk, , , ,
sBar jA , ,
mSki pUn d dNia 9a dA gNti'x mN9kin d aKhirat phLa'x bR Lipat 9Nda, , , ,
aMin. .

aYn9_boDoH