JIKA KAMU BERBUAT BAIK (BERARTI) KAMU BERBUAT BAIK BAGI DIRIMU SENDIRI, DAN JIKA KAMU BERBUAT JAHAT MAKA (KEJAHATAN) ITU BAGI DIRIMU SENDIRI (QS. AL ISRA' AYAT 7)

Jumat, 12 Desember 2008

SEPERTI APA MANUSIA INDONESIA?



Siapa itu orang atau manusia Indonesia?
Apa dia memang ada?
Dimana dia?
Seperti apa gerangan tampangnya?
Ataukah benar pendapat cukong-cukong yang kini merajalela di negeri kita, bahwa manusia Indonesia itu dapat dilukiskan dengan hanya tiga jari tangan saja. (menggeserkan tiga jari, ibu jari, jari telunjuk, dan jari tengah)

Muslim di Indonesia adalah santri, alim, taat menjalankan ibadah, berani mengatakan yang benar, karena berpegang pada kata Nabi Muhammad SAW yang mengatakan orang yang beriman itu berani mengatakan yang benar sekalipun kepada raja yang zalim, mengharamkan dengki maupun khianat, mematuhi segala larangan Tuhan, dan selalu siap sedia melawan yang bathil. Dan jika melihat sesuatu yang bathil, dan tidak berkuasa atau berani melarang atau memperbaikinya dengan perbuatan, maka akan menegur dengan kata-kata, dan jika ini juga tidak dapat dilakukan maka sedikitnya akan menegur dalam hatinya.
Yang menjadi pertanyaan ialah berapa di antara sekian banyak umat muslim di Indonesia yang sungguh-sungguh menghayati ajaran Islam ini, dan membuat ajaran-ajaran Islam ini jadi pedoman hidup, dasar tingkah laku dan budi pekerti mereka setiap hari.
Jurang semakin lebar antara manusia ideal kita, dengan manusia Indonesia sebenarnya, yaitu kita-kita sekarang ini. Jurang besar antara pretensi-pretensi kita dengan kenyataan-kenyataan sebenarnya.

Manusia ideal Indonesia, yang sering dikemukakan adalah manusia Pancasila. Yaitu manusia Indonesia yang menghayati dan membuat dasar dan pedoman hidupnya dasar tingkah laku dan budi pekertinya berdasar pada lima sila Pancasila: Ketuhanan, Kemanusiaan, Keadilan Sosial, Kerakyatan, Persatuan nasional. Apakah telah ada manusia Pancasila kini di tengah-tengah kita?


Ciri-ciri Manusia Indonesia antara lain:
Hipokritis alias Munafik.
Berpura-pura, lain di muka, lain di belakang, sejak lama mereka dipaksa oleh kekuatan-kekuatan dari luar untuk menyembunyikan apa yang sebenarnya dirasakannya atau dipikirkannya ataupun yang sebenarnya dikehendakinya, karena takut akan mendapat ganjaran yang membawa bencana bagi dirinya.
Semua orang mengutuk korupsi, atau istilah barunya “komersialisasi jabatan”, tetapi kita terus saja melakukan korupsi dan dari hari ke hari korupsi beertambah besar saja.
Hukum berlaku sama terhadap setiap orang. Prakteknya kita lihat pencuri masuk penjara, tetapi pencuri besar bebas, atau masuk penjara sebentar saja.
Sampai hari ini, saat ini, dan entah berapa lama lagi, sikap ABS masih berlaku dalam diri manusia Indonesia. Yang berkuasa senang di-ABS-kan oleh yang diperintahnya dan yang diperintah senang meng-ABS-kan atasannya.

Segan dan enggan bertanggungjawab atas perbuatannya, putusannya, kelakuannya, pikirannya, dan sebagainya
Bukan saya, ini adalah kalimat yang dilontarkan oleh seorang atasan untuk menggeser tanggungjawab tentang suatu kesalahan, sesuatu yang tidak beres, sesuatu yang tidak baik, satu kegagalan pada bawahannya dan begitu seterusnya. Dalam sejarah kita dapat kita hitung dengan jari pemimpin-pemimpin yang punya keberanian dan moralita untuk tamil ke depan memikul tanggungjawab terhadap keburukan yang terjadi di dalam lingkungan tanggungjawabnya.
Menghadapi sikap tidak mau memikul tanggungjawab terhadap sesuatu yang merugikan ini, bawahan bukan pula tidak punya jawaban sendiri. Mereka cepat pula memajukan pembelaan dengan mengatakan ”Saya hanya melaksanakan perintah dari atasan!”

Jiwa Feodal
Salah satu tujuan revolusi kemerdekaan Indonesia ialah untuk membebaskan manusia Indonesia dari feodalisme, tetapi feodalisme dalam bentuk-bentuk baru makin berkembang dalam diri dan masyarakat manusia Indonesia.
Kita mau modernisasi, pakai teknologi modern, menambah hubungan telpon, tetapi menelpon orang ”besar” dianggap tidak sopan.
Raja sekarang telah berganti nama menjadi presiden, menteri, jenderal, direktur jenderal, rektor,bupati, camat sampai ke kepala sekolah. Meski bentuknya sudah berubah, akan tetapi pada hakekatnya hubungan-hubungan dan sikap-sikap feodal masih hidup dan subur dalam diri manusia Indonesia.
Yang berkuasa sangat tidak suka mendengar kritik, dan orang lain amat segan untuk melontarkan kritik terhadap atasannya.

Manusia Indonesia masih percaya takhyul
Mantera-mantera manusia Indonesia sekarang adalah Sekolah Standar Nasional, Pemberantasan Korupsi, KPK, dekokrasi, dunia teknologi, perkembangan ekonomi, Ujian Nasional dan sebagainya.
Kita cukup ucapkan niat hendak melakukan sesuatu, maka hal itu pun terjadi. Sehingga kalau kita lihat laci-laci lemari dokumen dan laporan hasil rapat banyak hanya merupakan keputusan yang tak pernah dilaksanakan.
Apakah manusia Indonesia akan terus menjadi manusia matera, semboyan dan lambang, atau manusia Indonesia yang bisa berbuat, melaksanakan, menciptakan, dan bukan manusia yang hanya bisa bermain dengan kata-kata saja, yang lama-lama jadi hampa dan tiada bermakna sesuatu apa pun, baik bagi yang memakainya, maupun bagi yang menerimanya.

Manusia Indonesia punya watak yang lemah
Manusia Indonesia kurang kuat mempertahankan atau memperjuangkan keyakinannya. Dia mudah, apalagi jika dipaksa, dan demi untuk ”survive” bersedia mengubah keyakinannya. Makanya kita dengan mudah melihat pelacuran intelektual dengan manusia Indonesia.

Manusia Indonesia kini
Banyak pula sikap-sikap yang sangat baik dan harus terpelihara dalam sanubari bangsa ini. Kita lihat ketika bencana Tsunami di Aceh, seluruh bangsa ini tersentak dan merasakan bencana di Aceh adalah bencana di seluruh Negeri ini. Air mata di Aceh adalah air mata di Papua, air mata di Kalimantan dan sebagainya.

Sistem dan jaringan ekonomi yang telah kita buka, harus kita imbangi dengan daya upaya yang mantap untuk membuat perlindungan yang dapat memberikan jaminan bahwa guncangan yang terjadi tidak menghempaskan masyarakat kita.

Harus mengembangkan sistem pendidikan yang dapat menjawab tantangan masa kini, ilmu dan teknologi harus sampai ke siswa bukan hanya wacana dan wacana yang tak berkesudahan.

Kemanakah Manusia Indonesia kini

Informasi harus senantiasa kita kejar, kita kumpulkan, kita sistemisasi, kita pahami, dan untuk ini kita memerlukan orang-orang yang berpengetahuan, punya pengertian, punya hati nurani, punya kejujuran, punya dedikasi.

Wajah lama sudah tak karuan di kaca, sedang wajah baru belum jua jelas.

Dibutuhkan negeri ini orang-orang yang berpengetahuan, punya pengertian, punya hati nurani, punya kejujuran, punya dedikasi untuk Negeri ini.

Bersiap-siaplah...!Anda yang tengah dicari Indonesia.

(Dikutip dari “MANUSIA INDONESIA”,sebuah pertanggungan jawab, Moctar Lubis)

1 komentar:

Anonim mengatakan...

anda termasuk manusia indonesia yang manakah?